Jangan Kamu Takut (Da’ ammi Mataku’)

Jangan Kamu Takut (Da’ ammi Mataku’)

Kejadian 21:8-21

 

Apakah saudara pernah diusir? Kalau sekedar diusir, mungkin banyak orang yang alami. Tetapi diusir, seperti Hagar, tidak akan banyak yang alami. Bagi Hagar, diusir berarti kehilangan tempat tinggal, kehilangan kesejahteraan ekonomi, kehilangan fasilitas atau kemewahan, kehilangan makanan, kehilangan masa depan, dan terutama anaknya kehilangan ayah.

 

Ketika kita diusir, kehilangan banyak hal, mungkin ada orang lain yang menampung kita atau membantu kita. Tetapi Hagar, tak ada orang lain atau pemerintah yang menolongnya. Hagar diusir ke padang gurun Bersyeba. Ini bagaikan “sudah jatuh tertimpa tangga pula”.  Sudah kehilangan tertimpa kehampaan pula. Hagar mengembara, tanpa tujuan, tanpa arah, dan tanpa asa. Tetapi ia tetap harus melangkah, demi buah hatinya, demi anaknya.

 

Seorang ibu, Hagar, berusaha tegar menghadapi kerasnya kehidupan di padang gurun, demi anaknya. Ketika bekal telah habis, apa yang bisa dilakukan seorang ibu? Ketegaran menipis, bahkan hilang berganti rasa putus asa, tanpa harapan, dan menjerit menangis. Dalam penderitaan atau pergumulan yang lain, pastilah masih banyak para ibu yang sedang menjerit menangis.

 

Apakah Hagar berdoa dalam situasi kritis? Kita tak menjumpai Hagar berdoa atau memohon pertolongan Tuhan, seperti yang sering dilakukan orang beragama.  Tetapi Tuhan tetap mendengar jeritan tangis dari seorang ibu dan anaknya. Jeritan tangis dalam penderitaan merupakan suatu doa. Tuhan mendengarkan dan bertindak.

 

Tuhan kita adalah Tuhan yang peduli. Melalui malaikat-Nya, Tuhan memperdengarkan suara-Nya: “Apakah yang engkau susahkan, Hagar? Janganlah takut, …” (ayat 17). Sepintas, sepertinya Tuhan tak peduli pada keadaan malang yang menimpa Hagar. Sepertinya Tuhan tidak peduli pada kesusahan kita. Apakah Tuhan tidak tahu apa yang Hagar alami? Tentu saja Tuhan tahu, bahkan sejak awal Tuhan juga yang menyuruh Abraham agar mengikuti perkataan Sara untuk mengusir Hagar dan Ismael (ay.12-13). Dapatkah kita melihat keterlibatan Tuhan ketika kita diusir atau mengalami kehilangan? Biasanya kita hanya bisa mempersalahkan orang lain. Orang beriman tentu meyakini bahwa apapun yang dialaminya, ada Tuhan yang sedang terlibat untuk rencana baik di masa depan. Tuhan sudah merancang masa depan Ishak dan Ismael. Keduanya akan menjadi bangsa yang besar. Pengusiran ke padang gurun adalah bagian dari rancangan Tuhan yang baik bagi Hagar dan Ismael, kelak akan menjadi leluhur 12 raja-raja.

 

Ketika kita sedang dalam pergumulan, ingatlah bahwa Tuhan tetap hadir. Keadaan malang, termasuk wabah virus Corona (Covid19) tak perlu menjadi kesusahan dan ketakutan. Perkara yang perlu menjadi kesusahan dan ketakutan sebenarnya adalah ketika kita tak lagi bisa mendengarkan suara Tuhan. Hagar masih bisa mendengar suara Tuhan walau sedang berada dalam keadaan yang penuh penderitaan. Mengapa mendengar suara Tuhan lebih penting dari keadaan buruk atau keadaan baik kita? Karena Tuhan memiliki kuasa atas hidup dan keadaan kita.

 

Suara Tuhan menuntun mata Hagar untuk melihat sumur. Apakah sumur itu tiba-tiba ada? Bacaan kita tidak menyebut bahwa sumur itu tiba-tiba ada. Ketika Hagar menjerit menangis, sumur itu telah ada, tetapi tidak terlihat karena Hagar sedang melihat kematian dalam pikirannya sendiri. Ada “sumur-sumur” disekitar kita. Ada kehidupan yang lebih baik disekitar kita. “Jangan takut”, kata Tuhan. Apapun keadaan kita, tetaplah percaya, ada Tuhan beserta kita. Tuhan tak hanya menyertai Hagar dan Ismael ketika berada di rumah bapa Abraham, menunjukkan keadaan yang baik. Tetapi juga ketika diusir, mengalami kehilangan, dan penuh penderitaan di padang gurun. Jangan takut, Tuhan selalu hadir dalam kehidupan kita, keadaan baik maupun buruk. Amin. Salam kasih, PMT.

 

*Ikuti Ibadah Minggu Online, 21 Juni 2020, di  https://www.youtube.com/channel/UCo-ZqBJuiDxFpdw7FB6xK9g?sub_confirmation=1 kemudian pilih Ibadah 21 Juni 2020.

 

Ringkasan Khotbah 21 Juni 2020:

  1. Pengusiran Disetujui Tuhan (ay.10-13)
  2. Menjerit Menangis (ay.16)
  3. Mendengar Suara Tuhan (ay. 17-18)
  4. Melihat Sumur (ay.19)
  5. Allah Menyertai (ay.20)

***

TEOLOGI BANGUNAN (TEOLOGI AWAM?)

Teologi Bangunan (Teologi Awam?)

“Sebab setiap rumah dibangun oleh seorang ahli bangunan, tetapi ahli bangunan segala sesuatu ialah Allah” (Ibrani  3:4).

Gambar 1: Bangunan Teologi Kontekstual-Awam? gambar oleh PM Tangke

Gambar 1: Bangunan Teologi Kontekstual-Awam? by PM Tangke

 Teologi Bangunan merupakan Teologi Kontekstual sebagai refleksi iman atas Firman Allah (Alkitab) dan konteks di mana gereja hadir sebagai suatu keprihatinan tertinggi, akan terus berkembang. Pola berpikir pra-modern yang menerima Injil apa adanya dan pola berpikir modern yang rasional, kritis, dan destruktif terhadap kebenaran Injil yang diterima pra-modern, kini bergeser ke pola berpikir post-modernisme. Pola berpikir post-modern tidak menerima suatu kebenaran apa adanya, namun tidak pula destruktif terhadap kebenaran yang sudah ada. Post-modern memadu anasir pemikiran yang berbeda-beda. Kepelbagaian pemikiran, kebenaran, dan realitas yang ada dirumuskan secara baru, sehingga menjadi suatu kebenaran yang relevan dan aktual.  Menurut Jencks, postmoderisme adalah “campuran antara macam-macam tradisi dan masa lalu. Postmoderisme adalah kelanjutan moderisme, sekaligus melampaui modernisme. Ciri khas karya-karyanya adalah makna ganda, ironi, banyaknya pilihan, konflik dan terpecahnya berbagai tradisi, karena heterogenitas sangat memadai bagi pluralisme” (Jencks, 89:7). Baca lebih lanjut

Sang Maha Guru Kesederhanaan: Robert M. Paterson

DR. Robert M. Paterson: Catatan Pojok di SMS XXIII GT

SMS-GT, bersama DR. Robert M. Paterson, penulis buku: Tafsir Keluaran, Tafsir Imamat, Tafsir Ratapan, Tafsir Maleakhi; Tafsir Yeremia; Hinduism and Buddhism in Indonesia; A history of the Pukerau Presbyterian Church, dll. Opa Robert, satu dari empat dosen asing yg meng’asin’kan kelas di eraku berasal dari New Zealand.

Mantan Dosen STT INTIM Makasar ini hobinya berenang, tapi tak bisa berenang, jadinya Opa hanya dipinggir-pinggir kolam berendamnya. Hari Sabtu merupakan hari yang sering ditunggu-tunggu anak Aspura (asrama putra) ‘tuk dijemput pergi berenang di Mattoangin. Sesudah berenang, mampir makan pangsit, tapi beliau hanya minum teh tak bergula. Beliau semua yang bayar dan kembaliannya, walau tinggal Rp. 100, mesti dibalikin…(cara mendidik tuk jujur dan hargai yang kecil, mungkin?).

Kesederhanaan, merupakan tema yg cocok kuberikan untuk menggambarkan style of living-nya. Baca lebih lanjut