PERATURAN KEPEGAWAIAN GEREJA TORAJA (2022)

PERATURAN KEPEGAWAIAN GEREJA TORAJA (2022)

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Pengertian

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Peraturan Kepegawaian Gereja Toraja adalah implementasi keputusan SSA XXV dan penyesuaian Peraturan Kepegawaian Gereja Toraja tahun 2016, yang memuat ketentuan-ketentuan kepegawaian bagi pegawai yang bekerja dalam lingkungan Gereja Toraja.

2. Gereja Toraja adalah lembaga gerejawi terbentuk pada tanggal 25 Maret 1947 dan dinyatakan sebagai lembaga keagamaan yang bersifat gerejawi dan berbadan hukum, sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Menteri Agama R.I. No.26 Tahun 1971 tanggal 11 Mei 1971 dan Keputusan Menteri Dalam negeri no 61/DJA/1973.

3. Badan adalah Badan Pekerja Sinode, Badan Pekerja Klasis, dan Majelis Gereja.

4. Badan Pekerja Sinode atau BPS adalah badan pelaksana Keputusan Sidang Sinode Am dan memegang otoritas kepegawaian Gereja Toraja.

5. Badan Pekerja Klasis atau BPK adalah badan pelaksana Keputusan Sidang Klasis.

6. Majelis Gereja adalah badan tetap yang memelihara, melayani dan memimpin jemaat berdasarkan firman Tuhan

7. Lembaga adalah Lembaga Pelayanan Gerejawi, dan Organisasi Intra Gerejawi.

8. Lembaga Pelayanan Gerejawi atau LPG adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh Badan untuk menjalankan fungsi tertentu yaitu nama-nama Yayasan dan PT dan Badan usaha yang dibentuk oleh Gereja Toraja.

9. Organisasi Intra Gerejawi atau OIG adalah pelayanan yang didasarkan pada kategori tertentu, seperti: Sekolah Minggu Gereja Toraja (SMGT), Persekutuan Pemuda Gereja Toraja (PPGT), Persekutuan Wanita Gereja Toraja (PWGT) dan Persekutuan Kaum Bapak Gereja Toraja (PKBGT).

10. Pegawai adalah orang yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Badan dan Lembaga untuk bekerja dan melayani di dalam lingkup Gereja Toraja.

11. Pegawai tetap adalah pegawai dari kalangan warga Gereja Toraja untuk mengembangan pelayanan dalam bidang tertentu menurut pokok tugas panggilan Gereja Toraja yang diangkat dan diberhentikan berdasarkan Surat Keputusan oleh Badan atau lembaga dan diberikan gaji oleh badan atau lembaga di mana pegawai yang dimaksud bekerja, melayani dan mengabdi secara penuh waktu.

12. Pegawai Perjanjian Khusus adalah pegawai dari luar lingkungan Gereja Toraja yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan oleh Badan atau lembaga, oleh karena kebutuhan yang sangat mendesak untuk pelaksanaan suatu pekerjaan pelayanan yang menuntut kecakapan khusus namun tidak dapat dipenuhi dari lingkungan Gereja Toraja. Kepadanya diberikan upah oleh badan atau lembaga di mana pegawai yang dimaksud bekerja, melayani dan mengabdi secara penuh waktu.

13. Pegawai tidak tetap adalah pegawai yang diangkat dan diberhentikan berdasarkan Surat Perjanjian Kerja oleh badan atau lembaga dan diberikan upah oleh badan atau lembaga yang di mana pegawai yang dimaksud bekerja, melayani dan mengabdi pada kurun waktu tertentu.

14. Ketentuan yang berlaku adalah hal-hal yang ditetapkan untuk kelancaran maksud sebuah ketetapan, baik yang diatur di dalam peraturan ini maupun dalam peraturan turunan dari peraturan ini atau peraturan Gereja Toraja lainnya.

15. Sistem Karier adalah suatu sistem kepegawaian dimana untuk pengangkatan pertama didasarkan atas kecakapan yang bersangkutan sedang dalam pengembangannya lebih lanjut, masa kerja, pengalaman, kesetiaan, pengabdian, dan syarat-syarat objektif lainnya juga turut menentukan.

16. Sistem Prestasi Kerja adalah suatu sistem kepegawaian dimana untuk mengangkat seseorang dalam suatu jabatan didasarkan atas kecakapan dan prestasi yang telah dicapai oleh orang tersebut.

17. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang diberikan/ditetapkan berdasarkan penilaian atas prestasi yang telah dicapai oleh seorang dosen/guru/dokter dan jabatan profesi lainnya dan yang dipergunakan sebagai salah satu syarat dalam rangka pembinaan karier dalam jabatan fungsional/kepangkatan

18. Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat karier seorang pegawai dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian.

19. Jabatan Struktural adalah kedudukan dalam suatu organisasi yang memiliki tanggunjawab kepemimpinan sesuai posisi strukturalnya misalnya ketua, sekretaris, bendahara, kepala, rektor, direktur.

20. Jabatan fungsional adalah jabatan yang diperoleh berdasarkan keahlian tertentu sebagai profesi misalnya pendeta, guru, dosen, dokter, apoteker, dan profesi lainnya.

BAB II KEWENANGAN DAN STATUS

Pasal 2 Kewenangan

1. Pengangkatan, pemindahan, perubahan status, dan pemberhentian pegawai yang melayani dalam lingkup pelayanan Gereja Toraja adalah kewenangan Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.

2. Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja dapat melimpahkan sebagian kewenangan dimaksud dalam ayat 1 kepada Badan atau Lembaga berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Kepegawaian ini.

Pasal 3 Status Pegawai

Status pegawai Gereja Toraja terdiri atas

1. Pegawai Tetap

2. Pegawai Tidak Tetap.

3. Pegawai Perjanjian Khusus

BAB III PENERIMAAN DAN PENGANGKATAN PEGAWAI

Pasal 4 Prosedur Penerimaan Calon Pegawai

Prosedur penerimaan calon pegawai adalah:

1. Penerimaan pegawai didasarkan pada analisis kebutuhan pegawai dalam semua lingkup pelayanan Gereja Toraja

2. Analisis tersebut diajukan dan mendapat persetujuan dari BPS Gereja Toraja sebagai lembaga pembina kepegawaian sebelum proses penerimaan dimulai.

3. Penerimaan pegawai tetap dilaksanakan melalui seleksi, baik administrasi, kompetensi, fisik, maupun sikap mental dan moral.

4. Lowongan formasi pegawai tetap dan tidak tetap diumumkan seluas-luasnya kepada jemaat paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum tanggal penerimaan lamaran.

Pasal 5 Syarat Penerimaan Calon Pegawai

Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar adalah:

1. Tunduk dan taat kepada Tata Gereja Gereja Toraja yang ditandai dengan keanggotaan sebagai warga Gereja Toraja.

2. Berusia serendah-rendahnya 18 (delapan belas) tahun dan setinggi-tingginya 36 (tiga puluh enam) tahun.

3. Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian, dan keterampilan sesuai yang dibutuhkan.

4. Wajib menyerahkan kelengkapan administrasi sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Teknis penerimaan/seleksi pegawai tetap ditetapkan oleh badan/lembaga yang akan mempekerjakannya.

Pasal 6 Pengangkatan Calon Pegawai Tetap

1. Pelamar yang telah dinyatakan lulus seleksi diangkat sebagai calon pegawai tetap setelah membuat dan menandatangani Surat Pernyataan berkaitan dengan komitmen untuk menjadi calon pegawai tetap.

2. Pengangkatan calon pegawai tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan surat keputusan badan yang mempekerjakannya setelah mendapat surat persetujuan dari BPS Gereja Toraja.

3. Pengangkatan calon pegawai tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan dalam tahun anggaran berjalan dan penetapannya tidak boleh berlaku surut.

4. Golongan/ruang yang ditetapkan untuk pengangkatan sesuai dengan pendidikan yang dipersyaratkan saat seleksi.

5. Status sebagai Calon Pegawai Tetap dijalani selama paling kurang satu tahun dan paling tinggi empat tahun.

6. Jika dalam batas waktu seperti yang diatur pada ayat (5), badan/ lembaga menilai bahwa Calon Pegawai Tetap sudah memenuhi persyaratan, maka badan/ lembaga mengusulkannya kepada BPS Gereja Toraja untuk ditetapkan menjadi pegawai tetap. Jika tidak memenuhi syarat, maka di adakan pemutusan hubungan kerja tanpa syarat.

7. Selama masa status Calon Pegawai tetap, menerima biaya hidup sebesar 80 % dari gaji pokok yang akan diterima setelah menjadi Pegawai Tetap.

8. Masa tugas sebagai Calon Pegawai Tetap, diperhitungkan sebagai masa kerja.

Pasal 7 Pengangkatan Pegawai Tetap

1. Pengangkatan calon pegawai tetap menjadi pegawai tetap, ditetapkan dengan surat keputusan BPS Gereja Toraja atau lembaga yang dimandatkan setelah mendapat surat persetujuan dari BPS Gereja Toraja untuk setiap calon pegawai tetap dalam lembaga tersebut.

2. Pegawai Pegawai tetap yang telah diangkat, diberikan gaji 100 % sesuai dengan pangkat dan golongan/ruang dan tunjangan-tunjangan lain sesuai aturan penggajian yang di tetapkan oleh BPS Gereja Toraja.

3. Pembayaran gaji sebagaimana yang di maksud pada ayat (1), dilaksanakan sejak tanggal penetapan Surat Keputusan pengangkatan calon pegawai tetap menjadi pegawai tetap dalam tahun anggaran berjalan dan tidak berlaku surut.

4. Pegawai tetap melakukan tugas sampai usia maksimal sesuai profesinya berdasarkan ketentuan yang berlaku dan tidak lagi diberi beban tugas penuh waktu di badan/lembaga setelah purnatugas.

Pasal 8 Pengangkatan Pegawai Perjanjian Khusus

1. Calon Pegawai yang berasal dari luar lingkungan gereja Toraja dapat diterima oleh karena kebutuhan yang sangat mendesak, untuk suatu pekerjaan pelayanan yang menuntut kecakapan khusus, dan belum dapat dipenuhi dari kalangan warga Gereja Toraja

2. Calon pegawai yang dimaksud dalam ayat 1 dan dikategorikan sebagai Pegawai Perjanjian Khusus.

3. Penerimaan Pegawai Perjanjian Khusus dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis mengenai setiap calon pegawai secara personal dari BPS Gereja Toraja.

4. Pengangkatan Pegawai Perjanjian Khusus ditetapkan dengan Surat keputusan badan dan atau lembaga yang mempekerjakannya.

5. Hak dan kewajiban Pegawai Perjanjian Khusus diatur secara tersendiri dengan lembaga/badan yang mempekerjakan melalui suatu surat perjanjian.

6. Upah Pegawai Perjanjian Khusus, dibayarkan berdasarkan keputusan badan/lembaga yang mempekerjakannya yang besarnya minimal sama dengan Upah Minimum Regional.

7. Pegawai Perjanjian Khusus melaksanakan tugas berdasarkan perjanjian kerja sampai usia maksimal sesuai profesinya berdasarkan ketentuan yang berlaku dan tidak lagi diberi beban tugas penuh waktu di badan/lembaga setelah purnatugas.

Pasal 9 Pengangkatan Pegawai Tidak Tetap

1. Penerimaan pegawai tidak tetap didasarkan pada analisis kebutuhan pegawai dalam semua lingkup pelayanan Gereja Toraja

2. Analisis tersebut diajukan dan mendapat persetujuan dari BPS Gereja Toraja sebagai lembaga pembina kepegawaian.

3. Pelamar Pegawai Tidak Tetap, wajib menyerahkan kelengkapan administrasi sesuai ketentuan yang berlaku.

4. Pengangkatan Pegawai Tidak Tetap dilakukan pada tahun berkenaan, apabila pekerjaan tersebut belum dapat diisi oleh Pegawai Tetap.

5. Pengangkatan Pegawai tidak tetap ditetapkan dengan surat keputusan badan dan atau lembaga yang mempekerjakannya.

6. Pembayaran upah Pegawai Tidak Tetap, dibayarkan berdasarkan keputusan badan/ lembaga yang mempekerjakannya.

7. Pegawai tidak tetap dapat diangkat menjadi calon Pegawai Tetap melalui mekanisme penerimaan pegawai tetap dengan memenuhi syarat sebagaimana dalam peraturan ini.

Pasal 10 Pengangkatan pada Jabatan Struktural Badan/Lembaga

1. Pegawai tetap yang dipilih dan diangkat oleh persidangan Sinode Am menjadi anggota BPS Gereja Toraja yang purnawaktu, dibebaskan dari pekerjaan terakhir yang dijabatnya

tanpa kehilangan status kepegawaiannya. Hak-hak kepegawaiannya diatur dan dibayarkan oleh badan/lembaga yang mempekerjakannya.

2. Pegawai tetap yang dimaksud pada ayat (1), apabila tidak terpilih kembali maka yang bersangkutan dipekerjakan kembali sebagai pegawai tetap dan berhak atas uang pesangon sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan gaji.

3. Seseorang yang bukan pegawai tetap dipilih dan diangkat sebagai pengurus purnawaktu oleh Sidang Sinode Am, Sidang Sinode Wilayah atau Sidang Klasis, hak-haknya ditetapkan oleh badan yang bersangkutan. Jika masa tugasnya berakhir dan tidak terpilih lagi, yang bersangkutan berhak atas uang pesangon yang besarnya ditetapkan oleh masing – masing badan, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan gaji.

4. Seseorang yang bukan pegawai tetap yang dipilih dan diangkat oleh Persidangan Organisasi Intra Gerejawi sebagai pengurus purnawaktu, hak-haknya ditetapkan oleh badan yang bersangkutan. Jika masa tugasnya berakhir dan tidak terpilih lagi, yang bersangkutan berhak atas uang pesangon yang besarnya ditetapkan oleh masing-masing OIG sekurang – kurangnya 3 (tiga) bulan gaji.

5. Pegawai tetap yang diangkat oleh BPS Gereja Toraja sebagai pengurus purnawaktu pada Lembaga Pelayanan Gerejawi, dibebaskan dari pekerjaan terakhir yang dijabatnya tanpa kehilangan status kepegawaiannya. Hak-hak kepegawaiannya diatur dan dibayarkan oleh badan/lembaga yang mempekerjakannya.

6. Pegawai tetap yang dimaksud pada ayat (5), apabila tidak terpilih kembali maka yang bersangkutan dipekerjakan kembali sebagai Pegawai tetap.

7. Seseorang yang bukan pegawai tetap diangkat oleh BPS Gereja Toraja sebagai pengurus purnawaktu pada Lembaga Pelayanan Gerejawi, status dan haknya ditetapkan oleh badan yang mengangkatnya, apa bila masa baktinya berakhir dan tidak di angkat lagi sebagai pengurus, maka yang bersangkutan berhak atas uang pesangon yang besarnya ditetapkan oleh badan yang mengangkatnya sekurang–kurangnya 3 (tiga) bulan gaji.

8. Pegawai yang ditugaskhususkan pada Lembaga/Instansi lain di luar lingkungan Gereja Toraja, kemudian diangkat sebagai Pegawai tetap pada Lembaga/Instansi tersebut, kehilangan status dan haknya sebagai pegawai.

BAB V KEWAJIBAN DAN HAK

Pasal 11 Kewajiban Pegawai

1. Setia dan taat kepada Tata Gereja Gereja Toraja serta peraturan-peraturan yang berlaku dalam Gereja Toraja.

2. Menjaga rahasia jabatan dan Kode Etik profesi

3. Menjaga nama baik Gereja Toraja pada umumnya dan badan/lembaga yang mempekerjakannya.

4. Menjalankan tugas dengan bertanggung jawab berdasarkan kasih dan nilai-nilai Kristiani.

5. Pegawai Tetap melaksanakan tugas pelayanan/pekerjaan penuh waktu minimal yang ditetapkan oleh masing-masing lembaga atau sesuai peraturan perundangan.

6. Berpartisipasi dalam pengelolaan Biro Kesejahteraan Gereja Toraja

Pasal 12 Hak Pegawai Tetap

1. Menerima gaji dan tunjangan-tunjangan lain sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

2. Mendapatkan kenaikan pangkat/gaji

3. Mendapatkan hak cuti.

4. Menerima Jaminan sosial sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Menerima santunan purna tugas berdasarkan ketentuan yang berlaku.

6. Menerima penghargaan sesuai dengan prestasi kerja

7. Memperoleh pembinaan untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja pelayanan.

8. Memegang jabatan stuktural sesuai kebutuhan organisasi dan jabatan fungsional sesuai keahliannya

9. Mengajukan keberatan secara tertulis jika terdapat keputusan terhadap dirinya yang dianggap salah kepada badan/lembaga sesuai dengan jenjangnya.

Pasal 13 Hak Pegawai Tidak Tetap dan Pegawai Perjanjian Khusus

1. Menerima upah dan tunjangan-tunjangan lain sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

2. Memperoleh kenaikan honorarium

3. Memperoleh hak cuti

4. Menerima jaminan sosial sesuai ketentuan yang berlaku.

5. Menerima santunan purna tugas berdasarkan ketentuan yang diatur khusus.

6. Menerima penghargaan sesuai dengan prestasi kerja

7. Memperoleh pembinaan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja pelayanan.

8. Memegang jabatan fungsional sesuai keahliannya

9. Mengajukan keberatan secara tertulis jika terdapat keputusan yang dianggap salah terhadap dirinya kepada badan/lembaga sesuai dengan jenjangnya.

BAB VI KEPANGKATAN DAN MASA KERJA PEGAWAI TETAP

Pasal 14 Penetapan Pangkat Awal dan Akhir

1. Pangkat Awal dan Pangkat Akhir pegawai tetap, berdasarkan ijazah saat penerimaan adalah sebagai berikut:

NoIjazahPangkat – Golongan Awal/DasarPangkat – Golongan Akhir/Tertinggi
  PangkatGolRgPangkatGolRg
1SDJuru MudaIAPengatur Muda Tk IIIB
2SLTPJuruICPengatur Tk IIID
3SLTA, D1, AKTA1Pengatur MudaIIAPenata Muda Tk IIIIB
4D2, AKTA2Pengatur Muda Tk 1IIBPenataIIIC
5SM, D3, AKTA 3PengaturIICPenata Tk 1IIID
6S1, D4, AKTA 4Penata MudaIIIAPembinaIVA
7S2, SP1, AKTA 5Penata Muda Tk 1IIIBPembina Tk 1IVB
8S3, SP2PenataIIICPembina Utama MudaIVC

2. Ijazah, sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) adalah ijazah yang diperoleh dari sekolah atau perguruan tinggi negeri atau swasta yang telah diakreditasi Departemen Pendidikan Nasional atau badan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Ijazah yang diperoleh dari sekolah atau perguruan tinggi di luar negeri dapat dihargai apabila telah diakui dan ditetapkan sederajat dengan ijazah dari sekolah atau perguruan tinggi negeri yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional/badan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 14 Jenjang Kepangkatan

Nama dan susunan pangkat pegawai tetap adalah sebagai berikut:

NoPangkatGolonganRuang
1Juru MudaIA
2Juru Muda Tingkat IIB
3JuruIC
4Juru Tingkat IID
5Pengatur MudaIIA
6Pengatur Muda Tingkat IIIB
7PengaturIIC
8Pengatur Tingkat IIID
9Penata MudaIIIA
10Penata Muda Tingkat IIIIB
11PenataIIIC
12Penata Tingkat IIIID
13PembinaIVA
14Pembina Tingkat IIVB
15Pembina Utama MudaIVC
16Pembina Utama MadyaIVD
17Pembina UtamaIVE

Pasal 15 Jenis Kenaikan Pangkat

Jenis-jenis kenaikan pangkat pegawai tetap adalah sebagai berikut:

1. Kenaikan pangkat reguler

2. Kenaikan pangkat system angka kredit

3. Kenaikan pangkat penyesuaian Ijazah

4. Kenaikan pangkat dalam tugas belajar

5. Kenaikan pangkat pilihan

6. Kenaikan pangkat istimewa

7. Kenaikan pangkat pengabdian

Pasal 16 Kenaikan Pangkat Reguler

Kenaikan pangkat reguler dapat diberikan kepada pegawai tetap apabila yang bersangkutan:

1. Belum mencapai pangkat maksimal sesuai Surat Tanda Tamat Belajar/Ijazah yang dimilikinya.

2. Telah 4 (empat) tahun dalam pangkat yang dimilikinya dan mendapat rekomendasi “baik” oleh atasan langsung melalui Daftar Penilaian Kinerja Pegawai (DPKP).

3. Kenaikan pangkat regular dapat ditunda maksimal 2 (dua) tahun, apabila pegawai tersebut mendapat rekomendasi (DPKP) “kurang” oleh atasan langsung.

Pasal 17 Kenaikan Pangkat Angka Kredit

Kenaikan pangkat angka kredit berdasarkan penilaian kerja oleh tim penilai angka kredit yang dibentuk oleh BPS Gereja Toraja atas usulan badan/lembaga yang mempekerjakannya dengan berpedoman pada peraturan yang berlaku bagi guru dan dosen ASN.

Pasal 18 Kenaikan Pangkat Penyesuaian Ijazah

Kenaikan pangkat penyesuaian ijazah diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Pegawai Tetap golongan I, yang dalam masa jabatannya memperoleh ijazah SLTA yang sesuai dengan pekerjaannya dan nilai rata-rata 7,0 (untuk skala penilaian 0-10) atau yang setara, diberikan pangkat Pengatur Muda, golongan/ruang: IIa, dengan ketentuan sudah 2 tahun dalam pangkat terakhir

2. Pegawai tetap golongan II, yang dalam masa jabatannya memperoleh ijazah Sarjana (S1) yang sesuai dengan pekerjaannya dan nilai IPK minimal 3,0 (untuk skala penilaian 0-4), diberikan pangkat Penata Muda, golongan/ruang: IIIa dengan ketentuan sudah 2 tahun dalam pangkat terakhir

3. Pegawai tetap golongan III yang dalam masa jabatannya memperoleh ijazah pendidikan yang lebih tinggi yang sesuai dengan pekerjaannya dan nilai IPK minimal = 3,0 (untuk skala penilaian 0-4), diberikan kenaikan golongan sesuai ijazah yang diperolehnya dengan ketentuan sudah 2 tahun dalam pangkat terakhir.

Pasal 19 Kenaikan Pangkat dalam Tugas Belajar

Kenaikan pangkat tetap diberikan secara regular kepada pegawai tetap yang mendapat tugas belajar dengan syarat IP/IPK minimal 3,5 apabila sudah menyelesaikan satu periode penilaian. Jika belum, tetapi masa kerja telah memenuhi syarat kenaikan pangkat regular, tetap dinaikkan pangkatnya dengan dasar penilaian atasan sebelum menjalankan tugas belajar.

Pasal 20 Kenaikan Pangkat Pilihan

1. Kenaikan pangkat pilihan adalah kenaikan pangkat yang diberikan kepada Pegawai tetap yang memangku jabatan struktural penuh waktu karena dipilih oleh Sidang Sinode Am.

2. Pegawai yang mendapat kenaikan pangkat pilihan yang dimaksud pada ayat (1), dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi jika telah dua tahun dalam pangkat terakhir.

3. Kenaikan pangkat pilihan diberikan sebanyak-banyaknya dua kali.

Pasal 21 Kenaikan Pangkat Istimewa

1. Kenaikan pangkat istimewa diberikan kepada Pegawai tetap setingkat lebih tinggi karena prestasi yang luar biasa menjadi teladan bagi pegawai lainnya, dengan ketentuan sekurang- kurangnya dua tahun dalam pangkat yang dimilikinya

2. Kenaikan pangkat istimewa diberikan maksimum dua kali.

3. Kriteria prestasi luar biasa ditentukan oleh BPS Gereja Toraja atas usulan badan/lembaga.

Pasal 22 Kenaikan Pangkat Pengabdian

1. Kenaikan pangkat pengabdian diberikan setingkat lebih tinggi dari pangkat terakhir kepada Pegawai tetap yang:

a. Tidak memungkinkan lagi untuk naik pangkat

b. Masa kerja sekurang-kurangnya 30 tahun, dan masih memiliki masa kerja maksimal empat tahun sebelum purna bakti.

c. Sekurang-kurangnya 4 tahun dalam pangkat terakhir

2. Kenaikan pangkat pengabdian diberikan kepada pegawai yang karena dasar pendidikannya tidak memungkinkan lagi untuk naik pangkat.

Pasal 23 Perhitungan Masa Kerja

1. Masa kerja Pegawai tetap terhitung mulai tanggal pengangkatan sebagai Calon Pegawai tetap.

2. Apabila Pegawai tetap yang terangkat tersebut telah mempunyai masa kerja sebelumnya, masa kerja tersebut diperhitungkan sebagai berikut:

a. Diperhitungkan 100% jika masa kerja itu diperoleh sebagai pegawai tetap purna-waktu pada badan/lembaga dalam lingkungan Gereja Toraja.

b. Diperhitungkan 75% jika masa kerja itu diperoleh dalam status pegawai tidak tetap purna waktu pada badan/lembaga dalam lingkungan Gereja Toraja.

c. Diperhitungkan 50% jika masa kerja itu diperoleh sebagai pegawai tetap pada badan gerejawi lainnya dan lembaga-lembaga pemerintah.

d. Perhitungan masa kerja pegawai yang dibutuhkan secara khusus karena keahliannya, diatur tersendiri oleh badan/lembaga dengan yang bersangkutan atas persetujuan BPS Gereja Toraja.

e. Masa kerja yang diperhitungkan ialah masa kerja yang diperoleh dalam status penuh waktu sebagai pegawai dan atau pengurus penuh waktu di badan/lembaga, dan diperhitungkan berdasarkan jangka waktu antara Surat Keputusan pengangkatan dan Surat Keputusan pemberhentian.

f. Hasil perhitungan masa kerja, dibulatkan dalam tahun dan bulan, apabila telah mencapai setengah atau lebih.

3. Masa kerja yang dimiliki, dipergunakan untuk perhitungan gaji pokok, dan perhitungan besaran pesangon.

4. Masa tugas belajar, tetap diperhitungkan sebagai masa kerja.

5. Masa selama cuti di luar tanggungan Gereja Toraja, tidak diperhitungkan sebagai masa kerja.

BAB VII PENGGAJIAN PEGAWAI TETAP

Pasal 24 Jenis Penggajian Pegawai Tetap

Setiap pegawai tetap, mendapat gaji yang terdiri atas gaji pokok dan tunjangan.

Pasal 25 Gaji Pokok

1. Pemberian gaji pokok didasarkan pada pangkat/golongan dan masa kerja sesuai tabel penggajian yang ditetapkan oleh BPS Gereja Toraja.

2. Kenaikan gaji pokok dilakukan secara berkala paling cepat setiap dua tahun berdasarkan masa kerja dalam SK. Kenaikan gaji pokok berkala diberikan atas rekomendasi atasan.

3. Selain kenaikan berkala, kenaikan gaji pokok dipengaruhi oleh kenaikan pangkat/jabatan seorang pegawai tetap.

4. Gaji pegawai dibayar oleh lembaga/ badan tempat pegawai tersebut bekerja.

Pasal 26 Tunjangan Keluarga 81

1. Pegawai Tetap yang telah mempunyai isteri/suami yang sah secara hukum dan telah memperoleh pemberkatan perkawinan, memperoleh tunjangan isteri/suami sebesar 10 % dari gaji pokok.

2. Tunjangan keluarga yang diberikan kepada Pegawai Tetap terdiri atas

a. Tunjangan istri/suami sebesar 10 % dari gaji pokok

b. Tunjangan setiap anak sebesar 2,5%, dari gaji pokok

3. Jika suami dan istri bekerja sebagai Pegawai Tetap dalam lingkup Gereja Toraja, maka hanya suami atau istri yang menerima tunjangan suami/istri.

4. Tunjangan anak diberikan untuk anak kandung atau adopsi sah yang belum mencapai 21 tahun maksimal untuk tiga orang anak.

5. Tunjangan anak dapat diberikan hingga 25 tahun berdasarkan surat keterangan masih sekolah dari institusi pendidikan serta surat keterangan belum berpenghasilan tetap dan belum kawin dari majelis gereja.

6. Tunjangan anak diberikan untuk anak usia di atas 25 tahun jika mengalami kelainan fisik dan mental yang tidak memungkinkannya bekerja.

Pasal 27 Tunjangan Pangan

1. Pegawai bersama isteri/suami dan anak yang sah (maksimal 3 orang), berhak memperoleh tunjangan pangan yang nilainya setara dengan 10 kg beras untuk setiap orang.

2. Besarnya nilai perkilogram ditetapkan oleh badan/lembaga berpedoman pada harga pasar yang ditetapkan pemerintah.

Pasal 28 Tunjangan Struktural

1. Tunjangan struktural diberikan kepada pegawai tetap yang memegang jabatan struktural berkaitan dengan peran dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, perancangan, pelaksanaan dan evaluasi program sesuai dengan kewenangan dalam jabatan yang dimilikinya.

2. Skema tunjangan struktural di semua badan/lingkup ditetapkan oleh Badan Pekerja Sinode

3. Setiap pegawai tetap hanya berhak atas satu tunjangan struktural.

Pasal 29 Tunjangan Fungsional

1. Tunjangan fungsional diberikan kepada pegawai tetap yang mempunyai tugas pekerjaan tertentu sesuai profesinya dan karena itu membutuhkan kemampuan khusus (spesialisasi) antara lain: pendeta, dokter, perawat kesehatan, bidan, guru, dosen, laboran, pustakawan, hukum, dan keahlian profesi lainnya.

2. Besar dan jumlah tunjangan fungsional ditetapkan sesuai kemampuan anggaran badan/lembaga, dan disetujui oleh Badan Pekerja Sinode.

Pasal 30 Tunjangan Prestasi dan Pengembangan Diri

Tunjangan Prestasi dan Pengembangan diri diberikan sebagai penghargaan atas prestasi kerja, diberikan kepada pegawai yang dinilai oleh atasan sekurang-kurangnya telah memenuhi standar kerja sesuai dengan tugas pokok dan tanggung jawab yang dimilikinya. Besar dan jumlahnya ditetapkan oleh badan/lembaga.

Pasal 31 Tunjangan Lembur/Kelebihan Jam Kerja

1. Tunjangan lembur atau kelebihan jam kerja diberikan kepada pegawai yang melaksanakan tugas di luar jam tugas karena tuntutan pekerjaan dan berdasarkan surat pelaksanaan tugas tambahan dari pimpinan badan/lembaga.

2. Besar dan jumlah tunjangan lembur/kelebihan jam kerja ditetapkan oleh badan/lembaga sesuai kemampuan anggaran.

Pasal 32 Tunjangan Hari Raya

Tunjangan hari raya diberikan kepada setiap pegawai pada bulan Desember, yang jumlahnya sama dengan gaji pokok di tambah semua tunjangan yang diterima setiap bulan.

BAB VIII PENGGAJIAN PEGAWAI PERJANJIAN KHUSUS

Pasal 33 Jenis Penggajian Pegawai Perjanjian Khusus

Setiap pegawai tidak tetap mendapat gaji dan tunjangan.

Pasal 34 Gaji

1. Pemberian gaji sekurang-kurangnya sama dengan Upah Minimum Regional dan ditetapkan oleh badan atau lembaga yang mempekerjakannya.

2. Kenaikan gaji didasarkan pada lamanya bekerja yang diatur oleh badan/ lembaga yang mempekerjakannya.

.

Pasal 35 Tunjangan Keluarga

1. Tunjangan yang diberikan kepada pegawai tidak tetap adalah tunjangan istri/suami sebesar 5 % dari gaji dan tunjangan anak sebesar 2,5 % dari gaji.

2. Tunjangan anak diberikan untuk anak kandung atau adopsi sah yang belum mencapai 21 tahun maksimal untuk tiga orang anak.

3. Tunjangan anak dapat diberikan hingga 25 tahun berdasarkan surat keterangan masih sekolah dari institusi pendidikan serta surat keterangan belum berpenghasilan tetap dan belum kawin dari majelis gereja.

4. Tunjangan anak diberikan untuk anak usia di atas 25 tahun jika mengalami kelainan fisik dan mental yang tidak memungkinkannya bekerja.

BAB IX PENGGAJIAN PEGAWAI TIDAK TETAP

Pasal 33 Jenis Penggajian Pegawai Tidak Tetap

Setiap pegawai tidak tetap mendapat honorarium atau upah.

Pasal 34 Honorarium

1. Besaran honorarium ditentukan oleh badan atau lembaga yang mempekerjakannya.

2. Honorarium ditetapkan dan diberikan sebagai upah harian, mingguan, bulanan dan tahunan dan hanya diberlakukan untuk waktu maksimal 1 tahun dan dapat diperpanjang jika masih dibutuhkan.

BAB X JAMINAN SOSIAL

Pasal 36 Jaminan Kesehatan

1. Setiap pegawai wajib diikutsertakan dalam program jaminan kesehatan oleh lembaga/badan yang mempekerjakan.

2. Istri/suami sah dan anak-anak sah dari Pegawai, wajib diikutsertakan dalam program jaminan Kesehatan oleh Lembaga/badan yang mempekerjakan.

3. Selisih pembayaran karena perubahan klaim hak, merupakan tanggungjawab pegawai.

4. Pembayaran iuran jaminan kesehatan diatur berdasarkan prosentase yang ditetapkan di setiap badan/lembaga sesuai peraturan yang berlaku di badan penyelenggara jaminan kesehatan.

Pasal 37 Jaminan Kecelakaan Kerja

Biaya perawatan/pengobatan pegawai yang mengalami kecelakan pada saat menjalankan tugas rutin, tugas khusus dan tugas perjalanan dinas, di tanggung oleh badan/lembaga yang mempekerjakannya.

Pasal 38 Santunan Duka

1. Pegawai yang meninggal saat menjalankan tugas rutin, tugas khusus dan tugas perjalanan dinas, mendapat bantuan biaya pemakaman dari badan/lembaga sebesar tiga bulan gaji.

2. Pegawai yang meninggal karena sebab-sebab lain di luar tugas rutin, tugas khusus dan perjalanan dinas berhak atas santunan duka yang besarannya ditentukan badan/Lembaga masing-masing.

Pasal 39 Santunan Purna Tugas

1. Santunan Purna Tugas diberikan kepada Pegawai Tetap, Pegawai Tidak Tetap dan Pegawai Perjanjian Khusus yang telah menjalankan tugas dalam waktu tertentu.

2. Santunan Purna Tugas untuk pegawai tetap diatur dalam berdasarkan peraturan Santunan Hari Tua Gereja Toraja.

3. Santunan Purna Tugas untuk pegawai tidak tetap diberikan minimal 1 bulan gaji pertahun.

4. Santunan Purna Tugas untuk pegawai Perjanjian Khusus diberikan minimal 1 bulan gaji pertahun dan diikutsertakan dalam program santunan hari tua atau sejenisnya yang dikelola oleh lembaga mitra pengelola.

BAB XI PEMBINAAN

Pasal 40 Tujuan Pembinaan

Pembinaan pegawai dilaksanakan dengan tujuan: pembinaan spiritualitas, memperbaiki dan atau meningkatkan kinerja pelayanan melalui peningkatan kemampuan, keahlian, serta keterampilan pegawai.

Pasal 41 Sistem Pembinaan

Pembinaan pegawai dilaksanakan dengan sistem karier dan sistem prestasi kerja.

Pasal 42 Jenis Pembinaan

1. Pembinaan selama berstatus calon pegawai tetap atau pegawai tetap dilaksanakan melalui pendasaran spiritual, pelatihan-pelatihan, tugas belajar, izin belajar dan cuti belajar di luar tanggungan lembaga.

2. Pembinaan spiritual dilaksanakan terhadap calon pegawai tetap atau pegawai tetap secara berkala untuk meningkatkan karakter kristiani dari pelayanan yang dilakukan.

3. Pelatihan adalah penugasan calan pegawai tetap atau pegawai tetap untuk mengikuti pendidikan non formal atau pelatihan kerja dalam waktu tertentu baik di dalam maupun di luar negeri atas tanggungan badan/lembaga.

4. Tugas belajar diberikan kepada pegawai tetap yang akan mengikuti pendidikan formal secara penuh-waktu sesuai dengan tuntutan pekerjaan dengan biaya badan/ lembaga, dan wajib mengabdi dalam badan/lembaga sekurang-kurangnya lima kali masa studi.

5. Izin belajar diberikan kepada calon pegawai tetap atau pegawai tetap yang mengikuti pendidikan formal yang relevan dengan bidang tugasnya, sambil tetap bekerja sebagai pegawai dengan atau tanpa bantuan biaya pendidikan dari badan/lembaga.

6. Cuti belajar di luar tanggungan lembaga diberikan kepada pegawai tetap yang mengikuti pendidikan secara penuh-waktu dengan biaya sendiri. Pegawai tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya/pekerjaannya dan hak-haknya sebagai pegawai tidak dipenuhi.

BAB XII CUTI DAN IZIN

Pasal 43 Ruang lingkup dan Jenis

Pegawai tetap diberikan izin dan cuti sebagai berikut:

1. Izin

2. Cuti Sakit

3. Cuti Bersalin

4. Cuti Tahunan

5. Cuti Besar

6. Cuti di luar tanggungan badan/lembaga

7. Cuti belajar di luar tanggungan badan/lembaga

Pegawai tidak tetap

1. Izin

2. Cuti Sakit

3. Cuti Bersalin

4. Cuti Tahunan

Pasal 44 I z i n

1. Izin dapat diberikan kepada pegawai, atas permintaan secara tertulis, maksimal 6 (enam) hari kerja dalam satu tahun.

2. Izin yang lebih dari 6 (enam) hari diperhitungkan pada cuti tahunan, yaitu setiap hari izin sama dengan satu hari cuti.

3. Pegawai yang tidak masuk bekerja tanpa izin (mangkir), satu hari mangkir, diperhitungkan sama dengan 2 (dua) hari cuti.

Pasal 45 Cuti Karena Sakit

4. Cuti karena sakit dapat diberikan kepada pegawai yang sakit.

5. Pegawai yang sakit selama 1-2 (satu sampai dua) hari berhak atas cuti dengan memberitahukan kepada atasan langsung di mana ia bekerja.

6. Pegawai yang sakit lebih dari 2 (dua) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti dengan mengajukan permohonan kepada pimpinan badan/lembaga, dengan melampirkan surat keterangan dokter.

7. Pegawai yang sakit lebih dari 14 (empat belas) hari berhak atas cuti dengan mengajukan permohonan kepada BPS Gereja Toraja dengan sepengetahuan pimpinan langsung badan/ lembaga yang bersangkutan.

8. Cuti dapat diberikan paling tinggi untuk jangka waktu selama-lamanya 3 (tiga) bulan dalam tiap tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan keterangan dokter yang menyebutkan jenis penyakit yang diderita dan karena itu tidak dapat melaksanakan tugas secara reguler.

9. Pegawai yang mengalami gugur kandungan berhak atas cuti sakit paling lama 14 (empat belas) hari kerja. Cuti tersebut diberikan atas permohonan pegawai yang bersangkutan kepada badan/lembaga dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan.

Pasal 46 Cuti Bersalin

Pegawai tetap dan pegawai tidak tetap wanita berhak atas cuti bersalin selama tiga bulan.

Pasal 47 Cuti Tahunan

1. Cuti tahunan diberikan kepada pegawai tetap yang telah bekerja sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.

2. Lamanya cuti tahunan 12 (dua belas) hari kerja dan jika diperlukan dapat dipecah.

3. Cuti tahunan diberikan atas permintaan pegawai yang bersangkutan.

4. Bila hak cuti tahunan tidak dipergunakan oleh pegawai yang bersangkutan dalam satu tahun, cuti tersebut tidak dapat diakumulasi ke tahun berikutnya.

5. Pemberian cuti tahunan harus mempertimbangkan kepentingan kedinasan, yaitu cuti tidak boleh menghambat pelaksanaan tugas. Oleh karena itu cuti tahunan dapat ditunda jika kepentingan badan/lembaga tidak mengizinkan.

6. Cuti tahunan yang ditunda pemberiannya oleh pimpinan badan/lembaga, dapat dipergunakan sepenuhnya pada tahun berikutnya.

7. Selama menjalani cuti tahunan semua penghasilan pegawai yang bersangkutan tetap dibayar penuh.

Pasal 48 Cuti Besar

8. Cuti besar diberikan pada setiap 5 (lima) tahun kepada pegawai yang telah mempunyai masa kerja 6 (enam) tahun terus menerus.

9. Lama cuti besar 45 (empat puluh lima) hari kalender sekaligus.

10. Pegawai yang memperoleh cuti besar, tidak berhak atas cuti tahunan pada tahun di mana ia menjalankan cuti besar.

11. Apabila pekerjaan tidak mengizinkan, cuti besar dapat ditunda paling lama 2 (dua) tahun.

12. Selama menjalani cuti besar, gaji tetap dibayarkan, tetapi tunjangan jabatan struktural tidak dibayarkan.

Pasal 49 Cuti di Luar Tanggungan

1. Cuti di luar tanggungan badan/lembaga hanya dapat diberikan oleh BPS Gereja Toraja berdasarkan permohonan pegawai tetap yang bersangkutan.

2. Selama cuti di luar tanggungan badan/lembaga, yang bersangkutan tidak berhak atas hak-haknya sebagai pegawai, mulai bulan berikut sejak ia menjalani cuti.

3. Semua fasilitas badan/lembaga yang dimanfaatkan harus dikembalikan.

4. Waktu yang digunakan untuk cuti di luar tanggungan Gereja Toraja tidak diperhitungkan sebagai masa kerja.

5. Lama cuti di luar tanggungan minimal 3 tahun dan maksimal lima tahun.

6. Setelah selesai menjalani cuti di luar tanggungan, yang bersangkutan melaporkan diri ke BPS Gereja Toraja dan diterima kembali sebagai pegawai tetap apabila ada lowongan. Tetapi jika tidak ada lowongan yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat.

7. Jika yang bersangkutan selesai menjalani cuti di luar tanggungan lembaga, tetapi tidak melapor diri ke BPS Gereja Toraja dalam batas waktu satu bulan, yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai Gereja Toraja.

Pasal 50 Kewenangan Pemberian Cuti

1. Yang berwewenang memberikan izin dan cuti adalah pimpinan badan/lembaga.

2. Yang berwewenang memberikan cuti besar adalah BPS Gereja Toraja atas rekomendasi pimpinan badan atau lembaga.

BAB XIII PERJALANAN DINAS

Pasal 51 Jenis-Jenis Perjalanan Dinas

1. Perjalanan dinas dibedakan atas perjalanan dinas jabatan, perjalanan dinas pindah, dan perjalanan dinas tugas belajar.

2. Perjalanan dinas jabatan adalah perjalanan yang dilakukan pegawai yang bepergian untuk melaksanakan tugas dari badan/lembaga.

3. Perjalanan dinas pindah adalah perjalanan dinas yang dilakukan karena mutasi.

4. Perjalanan dinas tugas belajar adalah perjalanan dinas yang dilakukan pegawai berdasarkan Surat Keputusan tentang tugas belajar dari BPS Gereja Toraja.

Pasal 52 Biaya Perjalanan Dinas

1. Biaya perjalanan dinas jabatan, dalam negeri maupun luar negeri, dibebankan kepada badan/lembaga yang mengutusnya.

2. Biaya perjalanan dinas jabatan mencakup biaya transportasi sesuai dengan pangkat-golongan/ruang dan jenis angkutan yang digunakan, uang makan per hari sesuai biaya hidup setempat, uang saku per hari sesuai dengan jabatan, biaya-biaya lain yang dibutuhkan tetapi tidak ditanggung oleh penyelenggara.

3. Biaya perjalanan dinas pindah dibebankan kepada badan/lembaga asal.

4. Biaya perjalanan dinas pindah mencakup biaya angkutan pegawai bersama keluarganya (istri/suami dan anak) sesuai alat angkutan yang digunakan dan biaya angkutan barang yang terdiri atas biaya pengepakan dan biaya pengiriman barang melalui darat atau laut.

5. Biaya perjalanan dinas tugas belajar (hanya tugas belajar dalam negeri) dibebankan kepada badan/lembaga yang mengutusnya.

Sumber: Lampiran Surat Keputusan Rapat Kerja II Gereja Toraja, Nomor  08.R2.2022.

6. Biaya perjalanan dinas tugas belajar mencakup biaya studi, biaya transportasi, uang makan, uang saku, dan uang penginapan.

7. Besaran biaya perjalanan dinas yang dimaksud pada ayat 2 sampai 6 dalam pasal ini, diatur tersendiri oleh badan/lembaga.

Pasal 53 Dasar Perjalanan Dinas

1. Setiap perjalanan dinas dilaksanakan berdasarkan surat tugas dari badan/lembaga yang mengutusnya.

2. Pelaksanaan perjalanan dinas didukung dengan bukti pelaksanaan tugas.

BAB XIV SANKSI

Pasal 54 Alasan Pemberian Sanksi

1. Melakukan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip iman Kristen, moral, dan etik.

2. Melakukan tindakan yang bertentangan dengan Tata Gereja Toraja dan Peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam lingkungan Gereja Toraja.

3. Membuka aktifitas usaha yang sejenis dengan jabatan dan profesinya yang berpotensi merugikan badan/atau lembaga di mana dia bekerja.

Pasal 55 Jenis Sanksi

Sanksi mencakup pendampingan pastoral dan tindakan adminstratif, jika pegawai tidak menaati peraturan dan tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya.

Pasal 56 Tujuan Pemberian Sanksi

1. Sanksi diberikan untuk mendidik dan memperbaiki pegawai dalam menjalankan kewajibannya.

2. Sebelum menetapkan jenis sanksi, pejabat yang berwewenang memberi sanksi, wajib memeriksa dengan saksama terlebih dahulu pegawai yang dimaksud.

3. Setiap pemberian sanksi ditandai dengan surat keputusan atau berita acara pemberian sanksi.

Pasal 57 Tingkatan Sanksi

1. Tingkatan sanksi terdiri atas sanksi ringan, sanksi sedang, dan sanksi berat.

2. Sanksi ringan terdiri atas teguran lisan, teguran tertulis, pernyataan tidak puas secara tertulis.

3. Sanksi sedang terdiri atas penundaan kenaikan gaji berkala, penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala, atau penundaan kenaikan pangkat.

4. Sanksi berat terdiri atas penurunan pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian sementara, dan pemberhentian tidak dengan hormat, dan diberlakukan setelah proses berjejang dari atasan langsung, pengurus badan/lembaga dan persetujuan BPS Gereja Toraja.

5. Masa pemberhentian sementara dibulatkan menjadi satu tahun dalam perhitungan masa kerja.

Pasal 58 Kewenangan Pemberian Sanksi

Pejabat yang berwewenang memberikan sanksi adalah ketua/kepala badan/lembaga sesuai lingkup kerja masing-masing.

BAB XV PENEMPATAN, MUTASI DAN PEMBERHENTIAN

Pasal 59 Penempatan

1. Setiap pegawai tetap dapat ditempatkan di mana saja oleh BPS Gereja Toraja dalam konsultasi dengan badan/lembaga sesuai tuntutan tugas pelayanan, latar belakang pendidikan dan kemampuan.

2. Suami atau isteri dapat mengusulkan penempatan kerja di wilayah suami/istri bekerja yang diputuskan oleh BPS Gereja Toraja bersama badan/ lembaga yang mempekerjakannya.

Pasal 60 Jenis Mutasi Pegawai

Mutasi pegawai dibedakan atas mutasi vertikal dan mutasi horisontal

Pasal 61 Mutasi Vertikal

1. Mutasi vertikal adalah perpindahan pegawai dari pangkat/jabatan/ golongan/ruang ke pangkat/jabatan/golongan/ruang yang lebih tinggi atau yang lebih rendah.

2. Hal-hal yang berhubungan dengan mutasi vertikal telah diuraikan dalam pasal-pasal pada Bab VI tentang kepangkatan dan pasal 44 ayat 4.

Pasal 62 Mutasi Horisontal

1. Mutasi horisontal adalah perpindahan pegawai antara bagian atau antara badan/lembaga.

2. Mutasi horisontal dilaksanakan untuk pengembangan karier pegawai dan kebutuhan pelayanan.

3. Mutasi pegawai antara bagian merupakan wewenang badan/lembaga tempat pegawai bekerja.

4. Mutasi pegawai antara badan atau antara lembaga, merupakan wewenang BPS Gereja Toraja.

5. Syarat dan prosedur mutasi ditetapkan badan atau lembaga.

Pasal 63 Jenis-Jenis Pemberhentian

Pemberhentian dibedakan atas: pemberhentian dengan hormat, pemberhentian sementara dan pemberhentian tidak dengan hormat.

Pasal 64 Pemberhentian dengan Hormat

Pemberhentian dengan hormat seorang pegawai dilaksanakan oleh badan/lembaga, karena:

1. Permintaan sendiri

2. Mencapai batas usia kerja maksimal sebagai pegawai organik aktif, untuk:

a. Pegawai administrasi dan paramedis adalah 58 tahun

b. Guru dan dokter adalah 60 tahun

c. Dosen dengan status Asisten ahli madya sampai dengan Lektor Madya adalah 60 tahun

d. Dosen dengan status Lektor sampai dengan Lektor Kepala adalah 65 tahun

e. Guru Besar adalah 70 tahun

3. Cacat jasmani atau rohani sehingga tidak dapat lagi melaksanakan kewajiban sebagai pegawai.

4. Meninggal dunia.

5. Penyederhanaan organisasi

6. Hilang dalam tugas tanpa alamat maksimum 5 (lima) tahun.

Pasal 65 Pemberhentian Sementara

Pemberhentian sementara dikenakan pada pegawai yang:

1. Karena kondisi spesifik yang dialami tempat kerja sehingga belum/tidak ada pekerjaan/tugas yang dapat dilaksanakan sesuai dengan latar belakang pendidikan dan kemampuan yang dimiliki.

2. Melakukan kelalaian atau pelanggaran terhadap Peraturan Kepegawaian Gereja Toraja dan Tata Gereja Gereja Toraja, tetapi masih memungkinkan dibina untuk kembali menjalankan tugas pelayanan pegawai sebagaimana mestinya

3. Pegawai yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 tidak diberikan hak-haknya sebagai pegawai tetap.

Pasal 66 Pemberhentian Tidak dengan Hormat

1. Pemberhentian tidak dengan hormat seorang pegawai dilaksanakan oleh BPS Gereja Toraja atas usulan badan/lembaga karena:

a. Melakukan tindakan atau kegiatan yang bertentangan dengan Tata Gereja Gereja Toraja.

b. Tidak melaksanakan kewajibannya yang mengakibatkan tugas pokoknya terbengkalai, setelah melalui sanksi ringan dan sanksi sedang.

c. Pindah bekerja pada instansi lain tanpa persetujuan tertulis dari BPS Gereja Toraja.

d. Melakukan tindak pidana yang dijatuhi hukuman selama minimal 1 tahun yang telah berkekuatan hukum tetap.

e. Meninggalkan tugas pokok selama 2 (dua) bulan tanpa izin.

2. Pemberhentian tidak dengan hormat dilaksanakan setelah BPS Gereja Toraja mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh usulan badan/ lembaga.

PERATURAN SANTUNAN HARI TUA (SHT) GEREJA TORAJA

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Penyelenggara dan pengelolaan

1. Penyelenggara SHT adalah Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja dan dikelola melalui Biro Kesejahteraan Gereja Toraja.

2. Dana SHT dikelola secara otonom oleh BKGT.

3. Anggaran pendapatan dan pengeluaran BKGT terintegrasi di dalam anggaran pendapatan dan pengeluaran Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.

4. Setiap tahun pengelola membuat program kerja dan anggaran pendapatan dan pengeluaran.

5. Pengelola bertanggung jawab kepada Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.

6. Secara berkala dan setiap tahun Badan Verifikasi Gereja Toraja memeriksa pengelolaan dana Biro Kesejahteraan Gereja Toraja.

7. Pengelola dapat mengembangkan dana BKGT dalam usaha-usaha yang produktif yang tidak bertentangan dengan Tata Gereja Gereja Toraja

Pasal 2 Sumber Dana dan Pembiayaan

1. Dana Biro Kesejahteraan Gereja Toraja diperoleh dari:

a. Iuran Dana Kesejahteraan dari Badan/lembaga

b. Pangiu’ dari Peserta SHT

c. Aksi Pangiu’ dari Jemaat

d. Bantuan sukarela dari jemaat-jemaat Gereja Toraja

e. Donatur-donatur, perorangan maupun lembaga

f. Alokasi dana yang ditetapkan dalam APB Badan Pekerja Sinode setiap tahun.

g. Hasil usaha pengembangan dana.

2. Pembayaran SHT dan pengeluaran-pengeluaran lain berdasarkan peraturan ini, dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Pengeluaran Biro Kesejahteraan Gereja Toraja.

BAB II KEPESERTAAN

Pasal 3 Sistem Kepesertaan

1. Sistem kepesertaan Santunan Hari Tua (SHT) adalah kepesertaan pasif yaitu kepesertaan dengan sendirinya dan berlaku secara otomatis untuk anggota Gereja Toraja yang bekerja sebagai Pendeta dan pegawai tetap Gereja Toraja.

2. Pegawai yang dapat menjadi peserta SHT maksimum 36 tahun saat didaftarkan sebagai peserta SHT.

Pasal 4 Tata Cara Menjadi Peserta

Untuk menjadi peserta, Pendeta dan Pegawai:

1. Mengisi dan menyerahkan formulir yang disediakan oleh Biro Kesejahteraan Gereja Toraja dengan melampirkan fotokopi berkas yang disahkan oleh badan/lembaga di mana yang bersangkutan bekerja, sebagai berikut:

a. Surat Keputusan pertama Pengangkatan sebagai Pendeta atau pegawai tetap dalam Gereja Toraja.

b. Surat Nikah bagi yang sudah menikah.

c. Akte Kelahiran anak

d. Surat Keputusan Pengadilan Negeri untuk anak angkat

e. Daftar susunan keluarga

f. Keterangan lain yang diperlukan sesuai peraturan ini

2. Menandatangani kesediaan menaati ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini.

Pasal 5 Kewajiban dan Hak Peserta

1. Setiap peserta wajib menaati ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan ini.

2. Peserta yang menaati ketentuan-ketentuan dari peraturan ini, berhak memperoleh:

a. Santunan Hari Tua setiap bulan

b. Bantuan-bantuan lain yang ditetapkan oleh pengelola

c. Tunjangan/santunan bagi istri/suami dan anak

Pasal 6 Iuran Dana Kesejahteraan (IDK)

1. Badan/lembaga dimana pendeta/pegawai bekerja dan menerima nafkah/gaji, wajib membayar Iuran Dana Kesejahteraan (IDK) bulanan sebesar 10 % (sepuluh perseratus) dari nafkah/gaji pokok pendeta/pegawai yang bersangkutan, dan disetor kepada Biro Kesejahteraan Gereja Toraja (BKGT) setiap bulan

2. Setiap peserta membayar 2,5% dari gaji pokok sebagai pangiu’ yang dipotong langsung dalam sistem pembayaran gaji.

3. Kewajiban membayar Iuran Dana Kesejahteraan (IDK) berakhir mulai bulan berikutnya apabila peserta :

a. Berhenti dari jabatannya sebagai pegawai atau emeritus bagi pendeta.

b. Meninggal dunia.

4. Setiap peserta wajib mengupayakan agar badan/lembaga dimana ia bekerja, melunasi Iuran Dana Kesejahteraan (IDK) setiap bulan.

5. Bila peserta menunggak Iuran Dana Kesejahteraan (IDK) selama 3 bulan berturut-turut, maka pengelola memperingati secara tertulis baik peserta maupun badan/lembaga yang bersangkutan.

6. Bila peserta menunggak Iuran Dana Kesejahteraan (IDK) terus-menerus selama 6 (enam) bulan, maka pengelola memperingatinya lagi, dan jika menungak selama 1 (satu) terus – menerus, pengelola memperingati lagi bahwa tunggakan tersebut memengaruhi penerimaan santunan hari tua.

7. Peserta yang menunggak IDK dapat menebus IDK yang tertunggak yang jumlah dan besarnya adalah jumlah bulan yang tertunggak dikali jumlah IDK pada saat menebus.

8. Penetapan jumlah tebusan tunggakan IDK dihitung berdasarkan surat keputusan yang terakhir.

Pasal 7 Pendaftaran Penerima Santunan

1. Pendaftaran istri/suami/anak sebagai yang berhak menerima santunan, harus dilakukan oleh Pendeta/ pegawai peserta penerima SHT, dengan mengisi format yang ditetapkan oleh BKGT.

2. Jikalau hubungan perkawinan dengan istri/suami yang telah terdaftar terputus, maka terhitung mulai dari tanggal perceraian berlaku sah, istri/suami peserta dihapus dari daftar yang berhak menerima santunan janda/duda.

3. Anak yang boleh didaftarkan sebagai anak yang berhak menerima santunan atau bagian dari santunan janda/duda ialah:

a. Anak-anak peserta dari perkawinannya dengan istri/suami yang sah.

b. Anak yang dianggap dilahirkan dari perkawinan sah ialah, anak-anak yang dilahirkan selama perkawinan berlangsung, dan anak yang dilahirkan 300 hari sesudah perkawinan itu terputus.

c. Anak angkat yang sah berdasarkan keputusan pengadilan.

4. Bila sewaktu-waktu ada perubahan dalam susunan keluarga, harus segera disampaikan oleh peserta kepada pengelola.

Pasal 8 Berhenti Menjadi Peserta

Keanggotaan peserta berhenti karena :

1. Meninggal dunia

2. Mengundurkan diri dengan sengaja dan pindah ke instansi lain.

3. Diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pendeta atau pegawai tetap Gereja Toraja

4. Tidak menaati ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan ini

BAB II PENERIMAAN SANTUNAN

Pasal 9 Pokok Santunan Hari Tua

1. Pokok nafkah/gaji yang dipakai untuk menentukan besarnya pokok SHT untuk pertama kalinya ialah Pokok nafkah/gaji terakhir yang telah diterima oleh pegawai yang bersangkutan berdasarkan peraturan gaji yang berlaku bagi pegawai Gereja Toraja.

2. Pokok SHT peserta dapat diadakan penyesuaian kemudian hari berdasarkan keputusan Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.

Pasal 10 Masa Kerja

Masa kerja yang dihitung untuk menentukan besarnya santunan selanjutnya disebut masa kerja santunan :

1. Besarnya masa kerja santunan adalah jumlah tahun masa kerja lunas sebagai peserta SHT, sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun tetapi tidak melebihi masa kerja efektif.

2. Masa kerja lunas dihitung sejak pegawai menjadi peserta SHT dengan pembayaran IDK dari lembaga/badan sampai saat yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat.

3. Masa kerja lunas yang dapat ditebus pegawai adalah tunggakan pembayaran iuran, sampai saat yang bersangkutan diberhentikan sebagai pegawai.

4. Dalam perhitungan masa kerja, pecahan bulan dibulatkan ke atas menjadi sebulan penuh dan bila jumlah bulan kurang dari enam bulan, dihapus, dan enam bulan atau lebih, dibulatkan menjadi satu tahun.

Pasal 11 Besarnya Santunan Hari Tua (SHT)

1. Besarnya pokok SHT peserta sebulan adalah 2 % (dua perseratus) dari pokok nafkah/gaji yang menjadi dasar perhitungan SHT dikali tahun masa kerja lunas, sebanyak-banyaknya

70 % ( tujuh puluh per seratus ) dari pokok gaji yang menjadi dasar perhitungan SHT. (2% x GP x MKL )

2. Besarnya pokok SHT bagi peserta yang diberhentikan karena meninggal dunia atau keuzuran jasmani/rohani sebab sesuatu penyakit sehingga tidak memungkinkan lagi menjalankan tugas yang dibuktikan rekomendasi medis atau kecelakaan dalam melaksanakan tugas kewajibannya adalah 70% (tujuh puluh per seratus) dari gaji yang menjadi dasar perhitungan SHT dengan ketentuan mempunyai masa kerja sekurang-kurangnnya 15 ( lima belas ) tahun.

3. Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 2 yang memiliki masa kerja kurang dari 15 tahun, besarnya pokok SHT adalah 50% (lima puluh per seratus) dari gaji yang menjadi dasar perhitungan SHT.

4. Peserta yang berhenti sebagai pegawai atas permintaan sendiri karena alasan-alasan yang dianggap sah, pemberian SHT ditunda hingga yang bersangkutan mencapai masa purna tugas dengan catatan masih memiliki sisa masa tugas maksimal 5 tahun sebelum masa purna tugas normal, dan diberikan santunan hari tua dengan perhitungan normal.

5. Besarnya pokok SHT bagi peserta yang diberhentikan dengan hormat karena sebab-sebab lain, adalah menurut perhitungan normal, dengan ketentuan harus mempunyai masa kerja sekurang–kurangnya 15 ( lima belas ) tahun.

6. Peserta yang diberhentikan tidak dengan hormat dan yang mengundurkan diri dengan sengaja tidak berhak mendapatkan SHT.

7. Peserta yang memasuki masa purna tugas namun memiliki masa kerja lunas kurang dari 15 ( lima belas ) tahun, maka SHT diberikan sekaligus yang besar dan jumlahnya adalah 70% kali pokok nafkah/gaji terakhir dikali tahun masa kerja lunas.

Pasal 12 Tabel Dasar SHT

Besarnya SHT dihitung berdasarkan Tabel Gaji Pokok yang menjadi dasar penggajian pengawai Gereja Toraja, berdasarkan keputusan Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja yang berlaku.

Pasal 13 Tunjangan – Tunjangan

Selain SHT, peserta diberikan :

1. Tunjangan isteri/suami sebanyak 10% (sepuluh per seratus) dari SHT pokok peserta.

2. Tunjangan anak yang masih menjadi tanggungan peserta, sebanyak 2 % (dua per seratus) dari SHT pokok peserta untuk setiap anak.

3. Tunjangan pangan, baik jenis maupun jumlahnya ditetapkan oleh pengelola.

4. Tunjangan lainnya, baik jenis maupun jumlahnya ditetapkan oleh pengelola.

Pasal 14 Permintaan SHT

1. Untuk memperoleh pembayaran SHT, peserta yang bersangkutan mengajukan surat permintaan kepada pengelola Biro Kesejahteraan Gereja Toraja disertai:

a. Salinan (Fotokopi) Surat Keputusan Pengangkatan sebagai Pegawai Tetap Gereja Toraja.

b. Salinan Surat Keputusan Pemberhentian dengan hormat sebagai pegawai Gereja Toraja.

c. Daftar susunan keluarga.

d. Surat keterangan pemberhentian pembayaran gaji dari Badan Gerejawi dimana peserta yang bersangkutan bekerja dan terakhir memperoleh gaji.

2. Semua salinan keterangan tersebut, harus disahkan oleh badan/lembaga dimana pegawai yang bersangkutan terakhir bekerja.

3. Atas dasar data yang disampaikan dan setelah diteliti oleh pengelola, maka Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja mengeluarkan surat keputusan tentang pemberian SHT serta besarnya pokok SHT dan tunjangan-tunjangan lainnya.

Pasal 15 Hak Atas SHT Peserta

1. Pegawai/pendeta yang memasuki masa purna tugas berhak menerima santunan dengan ketentuan mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 15 tahun serta menaati aturan ini.

2. Pegawai yang berhenti atas permintaan sendiri sebelum masa purna bakti, santunan dibayarkan setelah yang bersangkutan memasuki masa purna bakti menurut peraturan yang berlaku.

3. Pegawai yang diberhentikan atau dibebaskan dari tugasnya pada badan/lembaga, karena penghapusan jabatan, perubahan dalam susunan badan-badan dan karena rasionalisasi kepegawaian atau karena sebab-sebab lain dan tidak ditugaskan kembali, diberikan SHT sekaligus sebesar 70% dari pokok nafkah/gaji kali tahun masa kerja.

4. SHT tidak diberikan apabila peserta yang bersangkutan diberhentikan karena sesuatu pelanggaran jabatan yang mengakibatkan diberhentikan tidak dengan hormat, dan atau dengan sengaja mengundurkan diri karena pindah ke instansi lain.

BAB III SANTUNAN JANDA-DUDA

Pasal 16 Mulai dan Berakhirnya SHT Peserta

1. SHT diberikan mulai bulan berikutnya sejak peserta yang bersangkutan memasuki masa emiritus atau diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai Gereja Toraja.

2. Hak SHT berakhir pada penghabisan bulan penerima SHT bersangkutan meninggal dunia.

3. Pembayaran SHT dan surat keputusan tentang pemberian SHT dibatalkan apabila peserta diangkat kembali menjadi pegawai dengan hak untuk menerima SHT berdasarkan pengangkatan tersebut.

4. Jika peserta yang dimaksud pada ayat 3 pasal ini diberhentikan dengan hormat lagi, maka surat keputusan pemberian SHT diterbitkan kembali dan SHT dibayarkan dengan perhitungan besarnya SHT sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 17 Santunan Janda / Duda/Anak

1. Apabila seorang peserta meninggal dunia, maka istri/suaminya yang telah terdaftar dan taat pada peraturan Kesejahteraan ini berhak menerima santunan janda/duda.

2. Apabila peserta/penerima SHT yang beristeri/bersuami meninggal dunia, sedangkan tidak ada istri/suami yang terdaftar sebagai yang berhak menerima santunan janda/duda, santunan janda/duda diberikan kepada suami/istri yang sah sesuai Tata Gereja Gereja Toraja pada waktu peserta meninggal dunia.

3. Apabila peserta yang tidak mempunyai istri/suami yang berhak menerima santunan janda/duda, meninggal dunia, maka santunan diberikan kepada anak yang terdaftar dalam susunan keluarga.

4. Kepada anak yang ibu dan ayahnya menjadi peserta dan keduanya telah meninggal dunia diberikan santunan anak berdasarkan daftar di mana anak-anak menjadi tertanggung.

5. Anak yang berhak menerima santunan menurut ketentuan ayat (3) dan (4) pasal ini ialah anak yang pada waktu peserta/penerima SHT meninggal dunia:

a. Belum berumur 25 tahun, belum menikah serta belum mempunyai pekerjaan dan penghasilan tetap sendiri.

b. Sudah berumur 25 tahun tetapi masih bersekolah yang dikuatkan dengan surat keterangan dari sekolah, belum menikah dan belum mempunyai penghasilan tetap sendiri.

6. Apabila peserta yang tidak mempunyai istri/suami/anak meninggal dalam menjalankan tugas jabatannya maka santunan janda/duda diberikan sekaligus kepada orang tuanya yang masih hidup, yang besarnya adalah SHT sebulan dikali jumlah tahun masa kerja.

Pasal 18 Besarnya Santunan Janda/Duda/Anak

1. Besarnya santunan janda/duda adalah 50 % (lima puluh perseratus) dari dasar SHT peserta yang bersangkutan.

2. Besarnya tunjangan bagi anak yang ibu/ayahnya menerima santunan janda/duda, adalah 10 % dari pokok santunan Janda/duda untuk satu orang anak.

3. Besarnya santunan sebulan bagi anak yatim/piatu adalah 30 % (tiga puluh per seratus) dari pokok santunan janda/duda untuk setiap anak.

Pasal 19 Permintaan Santunan Janda/Duda

1. Untuk memperoleh santunan janda/duda menurut peraturan ini, janda/duda yang bersangkutan mengajukan surat permintaan pembayaran kepada pengelola dengan disertai:

a. Surat keterangan kematian atau fotokopinya yang disahkan oleh yang berwenang.

b. Fotokopi surat nikah yang telah disahkan.

c. Daftar susunan keluarga yang telah disahkan.

d. Fotokopi Surat Keputusan tentang besarnya SHT dari pegawai yang meninggal.

2. Atas dasar data yang disampaikan dan setelah diteliti oleh pengelola, maka Badan Pekerja Sinode menerbitkan surat keputusan tentang pemberian santunan janda/duda serta menetapkan besarnya pokok santunan janda/duda termaksud.

Pasal 20 Mulai dan Berakhirnya Santunan Janda/Duda

Santunan janda/duda mulai berlaku pada bulan berikutnya setelah penerima SHT meninggal dunia.

1. Bagi anak yang dilahirkan dalam batas waktu 300 (tiga ratus) hari setelah peserta meninggal dunia, tunjangan anak diberikan mulai bulan berikutnya setelah tanggal kelahiran anak itu.

2. Pemberian santunan janda/duda berakhir apabila:

a. Janda/duda bersangkutan meninggal dunia.

b. Tidak ada lagi anak yang memenuhi syarat-syarat untuk menerima santunan itu.

Pasal 21 Pembatalan Santunan Janda/Duda

1. Santunan janda/duda dibatalkan terhitung mulai bulan berikutnya, jika janda/duda yang bersangkutan kawin lagi.

2. Santunan anak yatim/ piatu tetap diberikan kepada anak janda/ duda yang orang tuanya dibatalkan santunannya seperti pada ayat 1 di atas, sebesar 30% dari pokok santunan janda/ duda untuk setiap anak yang memenuhi persyaratan.

Pasal 22 Permintaan Santunan Anak Yatim Piatu

1. Pemberian santunan kepada anak menurut peraturan ini dilakukan atas permintaan dari atau atas nama anak yang berhak menerimanya.

2. Permintaan termaksud ayat 1 pasal ini disertai:

a. Surat keterangan kematian Janda/duda yang disahkan oleh yang berwenang.

b. Fotokopi akta kelahiran anak dan daftar susunan keluarga yang bersangkutan yang disahkan oleh yang berwenang.

c. Surat keterangan dari Badan Gerejawi yang menerangkan bahwa anak itu belum pernah menikah dan tidak mempunyai penghasilan atau pekerjaan tetap.

d. Fotokopi surat keputusan penerima santunan janda/duda dari janda/duda yang meninggal dunia.

3. Permintaan ditujukan kepada pengelola untuk diteliti kebenarannya kemudian Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja menerbitkan surat keputusan pemberian santunan anak yatim/ piatu.

Pasal 23 Penetapan Kembali SHT dan Santunan

1. Apabila penetapan pemberian SHT atau santunan janda/duda atau santunan anak yatim/piatu ternyata kemudian terdapat kekeliruan maka penetapan tersebut diubah sebagaimana mestinya dengan surat keputusan baru.

2. Apabila dengan perubahan itu terdapat kelebihan atau kekurangan pembayaran maka kelebihan atau kekurangan itu akan diperhitungkan kembali.

Pasal 24 Hapusnya SHT dan Santunan

1. Hak untuk menerima SHT dan santunan hapus jika:

a. Anggota Gereja Toraja yang menjadi penerima SHT atau santunan pindah agama/gereja yang berbeda ajaran tanpa persetujuan Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.

b. Penerima SHT atau santunan menurut surat keputusan Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja dinyatakan bersalah karena melakukan tindakan atau terlibat suatu ajaran yang bertentangan dengan Pengakuan Iman Gereja Toraja dan Tata Gereja Gereja Toraja.

c. Ternyata bahwa keterangan-keterangan yang diajukan sebagai bahan untuk penetapan pemberian SHT atau santunan tidak benar, dan peserta dan janda/duda atau anak dari peserta yang bersangkutan sebenarnya tidak berhak diberi santunan.

2. Dalam hal-hal tersebut pada ayat (1) huruf (a) dan (b) pasal ini, maka surat keputusan pemberian santunan dibatalkan.

3. Dalam hal-hal yang tersebut pada ayat (1) huruf (c) pasal ini, surat keputusan pemberian SHT atau santunan dicabut dan SHT atau santunan yang telah dibayarkan harus dikembalikan kepada Biro Kesejahteraan Gereja Toraja.

Pasal 25 Pemindahan Hak Santunan

1. Hak atas SHT atau santunan menurut peraturan ini, tidak dapat dialihkan dalam bentuk apapun kepihak lain.

2. Semua perjanjian yang bertentangan dengan yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum.

BAB IV PENUTUP

Pasal 26 Aturan Peralihan

1. Apabila sewaktu-waktu ternyata bahwa dana yang tersedia tidak cukup untuk menunaikan kewajiban membayar SHT, pengelola bersama dengan Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja menetapkan kebijakan-kebijakan sebagai jalan keluar.

2. Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, diatur oleh badan/lembaga pelayanan gerejawi.

3. Dengan ditetapkannya Peraturan Kepegawaian Gereja Toraja ini, maka Surat Keputusan Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja No. 1911/BPS-GT/2001 tentang Perubahan Atas Keputusan No. 022/BADAN PEKERJA SINODE-GT/91, dinyatakan tidak berlaku.

4. Semua ketentuan yang mengatur kepegawaian yang ada pada badan/lembaga yang bertentangan dengan peraturan ini dinyatakan tidak berlaku sejak Peraturan Kepegawaian Gereja Toraja ini ditetapkan.

Pasal 27 Perubahan

Perubahan terhadap peraturan ini hanya dapat dilaksanakan melalui keputusan Rapat Kerja Gereja Toraja.

Pasal 28 Ketentuan Penutup

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Sumber: Lampiran Surat Keputusan Rapat Kerja II Gereja Toraja, Nomor : 08.R2.2022.

SOP Mutasi Pendeta Gereja Toraja

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

MUTASI PENDETA GEREJA TORAJA

BAB I

PENDAHULUAN

Pasal 1

Pengertian

1. Standar Operasional Prosedur selanjutnya disebut SOP adalah peraturan khusus Gereja Toraja yang berisi prosedur dan langkah pelaksanaan mutasi pendeta Gereja Toraja yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusan, langkah, atau tindakan yang terkait mutasi Pendeta Gereja Toraja, telah berjalan secara lancar, efektif, konsisten, standar, dan sistematis demi memenuhi kebutuhan pelayanan Gereja Toraja.

2. Mutasi Pendeta selanjutnya disebut mutasi adalah perpindahan tugas pelayanan pendeta dari satu atau beberapa jemaat / lemabaga ke jemaat atau jemaat-jemaat / Lembaga lain.

3. Konsultasi adalah komunikasi terbatas yang dilakukan antara BPS Gereja Toraja, BPSW, dengan BPK (Ketua dan sekretaris), Majelis Gereja (Ketua dan sekretaris) dan pendeta calon mutasi terkait profil jemaat, profil pendeta dan beberapa hal terkait, untuk memperlancar proses penempatan.

4. Penempatan adalah suatu kewenangan yang diberikan kepada BPS Gereja Toraja oleh Sidang Sinode Am XXV

5. Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja selanjutnya disebut BPS Gereja Toraja adalah badan pelaksana keputusan Sidang Sinode Am di lingkup sinode yang diberikan kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam pelaksanaan mutasi pendeta Gereja Toraja.

6. Badan Pekerja Sinode Wilayah selanjutnya disebut BPSW adalah badan pelaksana kebutusan Sidang Sinode Wilayah di lingkup wilayah.

7. Badan Pekerja Klasis selanjutnya disebut BPK adalah badan pelaksana keputusan Sidang Klasis di lingkup klasis.

8. Majelis Gereja selanjutnya disebut Majelis Gereja adalah badan tetap lingkup jemaat.

9. Panitia Personalia adalah Panitia yang dibentuk oleh BPS Gereja Toraja yang personalianya adalah Ketua II, Sekretaris Umum BPS Gereja Toraja dan Ketua BPSW atau unsur BPSW lainnya.

Pasal 2

Dasar

1.    Tata Gereja Toraja Bab IV pasal 31

2.    Keputusan SSA XXV Nomor : 13/KEP/SSA-XXV/GT/X /2021 pasal 2 butir 7 dan 8

Pasal 3

Tujuan

1.    Agar penempatan pendeta dapat memenuhi kebutuhan pelayanan dalam lingkup Gereja Toraja berdasarkan pemetaan yang komprehensif.

2.    Agar proses mutasi pendeta Gereja Toraja berjalan dengan baik, benar dan lancar.

3.    Memperlancar komunikasi baik antar lembaga maupun lembaga dengan personal pendeta calon mutasi.

BAB II

TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG LEMBAGA

Pasal 4

Majelis Gereja

1.    Menindaklanjuti dalam Sidang Majelis Gereja proses penempatan pendeta oleh BPS Gereja Toraja.

2.    Melakukan konsultasi dengan BPK tentang keputusan Sidang Majelis Gereja terkait proses penempatan pendeta.

3.    Mempersiapkan pastori dengan fasilitas standar sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepegawaian Gereja Toraja.

4.    Mempersiapkan biaya yang dibutuhkan dalam proses mutasi.

5.    Membayar jaminan hidup pendeta melalui Pindan Sangullele secara tertib dan lancar.

6.    Biaya perjalanan pendeta dan keluaraga yang masuk tanggungan pendeta, ke jemaat dimana yang bersangkutan ditempatkan, ditanggung bersama jemaat yang ditinggalkan dan jemaat penerima pendeta.

7.    Pelaksanaan penguraian dan peneguhan pendeta dilaksanakan secara ugahari.

Pasal 5

Badan Pekerja Klasis

1.    Melakukan pemetaan kebutuhan pelayanan dalam lingkup klasis dengan mempertimbangkan jumlah jiwa dalam SIGET, letak geografis dan hal-hal yang berkaitan dengan demografi dan menyampaikan kepada BPSW

2.    Melakukan konsultasi mutasi dengan BPSW

3.    Melakukan pendampingan kepada Majelis Gereja dalam proses penempatan.

4.    Mendampingi jemaat dalam kelancaran penyetoran jaminan hidup pendeta melalui Pindan Sangullele.

Pasal 6

Badan Pekerja Sinode Wilayah

1.    Melakukan pemetaan kebutuhan pelayanan dalam lingkup wilayah sesuai pemetaan dari BPK dan disampaikan kepada BPS Gereja Toraja.

2.    Melakukan konsultasi mutasi dengan BPK

3.    Melakukan pendampingan kepada BPK dalam proses penempatan pendeta.

4.    Mendampingi BPK dan jemaat untuk kelancaran penyetoran jaminan hidup pendeta melalui Pindan Sangullele

Pasal 7

Panitia Personalia

1.    Melakukan akumulasi pemetaan kebutuhan pelayanan berdasarkan hasil konsultasi BPSW dan BPK

2.    Merancang penempatan pendeta ke Jemaat (jemaat-jemaat) dan Tugas khusus.

3.    Menyampaikan hasil rancangan penempatan Pendeta kepada Rapat BPS Gereja Toraja.

4.    BPSW menyampaikan keputusan rapat BPS Gereja Toraja kepada pendeta yang bersangkutan melaui percakapan sebelum surat penempatan dikeluarkan BPS Gereja Toraja.

Pasal 8

Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja

1.    Membahas dan mengesahkan hasil rancangan penempatan pendeta berdasarkan hasil rapat Panitia Personalia.

2.    Membicarakan dan memutuskan penempatan Pendeta yang tidak dibahas dalam rapat Panitia Personalia karena kondisi khusus.

3.    Menyampaikan keputusan penempatan Pendeta Jemaat dan Pendeta Tugas Khusus kepada jemaat dan lembaga yang dilayani ditembuskan ke pendeta yang bersangkutan.

4.    Melakukan penguraian / peneguhan pendeta atau mendelegasikan kepada BPSW dan BPK.

5.    Membayar jaminan hidup pendeta setiap bulan melalui Pindan Sangullele berdasarkan Peraturan Kepegawaian Gereja Toraja.

BAB III

SISTEM DAN PROSES MUTASI PENDETA

Pasal 9

Sistem Mutasi Pendeta

1.    Mutasi pendeta Gereja Toraja dilaksanakan dengan sistem penempatan Pendeta berdasarkan Keputusan SSA XXV Nomor : 13/KEP/SSA-XXV/GT/X/2021 pasal 2 butir 7 dan 8.

2.    SSA XXV sebagai sidang Majelis Gereja dalam lingkup yang lebih luas, memberi kewenangan kepada BPS Gereja Toraja untuk menempatkan pendeta ke jemaat (jemaat-jemaat) dan atau tugas khusus

3.    Mutasi Pendeta dilaksanakan dua kali dalam setahun yaitu tahap 1 (Januari – Maret) dan tahap 2 (Agustus – Oktober).

Pasal 10

Proses Mutasi Pendeta

1.    Enam bulan menjelang akhir masa tugas 5 (lima) tahun, BPS Gereja Toraja mengingatkan jemaat dan pendeta melalui persuratan mengenai proses mutasi.

2.    Pendeta yang telah dihuhungi BPS Gereja Toraja melalui persuratan selanjutnya dimasukkan daftar calon mutasi pendeta.

3.    BPS Gereja Toraja melakukan konsultasi formal melalui rapat Panitia Personalia.

4.    BPSW melakukan konsultasi dengan BPK sebelum rapat Personalia terkait kebutuhan pelayanan berdasarkan pemetaan.

5.    Hasil konsultasi yang dilakukan BPSW dan BPK, dibahas dalam Rapat Personalia.

6.    BPS Gereja Toraja memutuskan dan menyampaikan keputusan tentang penempatan pendeta ke jemaat/lembaga.

7.    Majelis Gereja membicarakan dan menetapkan tekhnis dan waktu pelaksanaan peneguhan dan atau penguraian dalam konsultasi dengan BPK/BPSW dan menyampaikan secara tertulis kepada BPS Gereja Toraja perihal waktu pelaksanaan peneguhan dan atau penguraian.

8.    Jemaat wajib merespons surat penempatan pendeta paling lama dalam waktu 3 (tiga) minggu.

9.    Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) minggu surat penempatan tidak direspons oleh jemaat tersebut perihal penentuan waktu peneguhan/penguraian, maka BPS Gereja Toraja menentukan waktu pelaksanaan penguraian / peneguhan.

 10. Masa tugas pendeta dalam suatu jemaat dapat diperpanjang maksimal 3 (tiga) tahun apabila pendeta tersebut akan memasuki masa pensiun sehingga tidak memungkinkan lagi dimutasi ke jemaat lain.

11.  Masa tugas pendeta dalam suatu jemaat dapat diperpanjang oleh BPS Gereja Toraja maksimal 2 (dua) tahun apabila pendeta tersebut dengan alasan sakit dan atau studi atas persetujuan BPS Gereja Toraja.

12.  Bila dalam masa tugasnya di tengah-tengah jemaat belum mencapai masa 5 (lima) tahun tetapi terjadi hal-hal yang khusus, maka pendeta tersebut dapat diuraikan dari jemaat berdasarkan kesepakatan bersama antara BPS Gereja Toraja dengan Majelis Gereja setempat bersama BPK dan BPSW.

Pasal 11

Pemetaan dan Pemerataan Pelayanan

1.    Penempatan seorang pendeta ke jemaat/lembaga memperhatikan prinsip pemerataan pelayanan.

2.    Seorang pendeta ditempatkan untuk melayani minimal 300 jiwa atau setara dengan 100 KK

3.    Jemaat yang anggotanya tidak mencapai 100 KK atau setara minimal 300 jiwa, akan dilayani oleh pendeta yang melayani lebih satu jemaat.

4.    Jemaat yang tidak memenuhi poin 2 di atas tetap dapat dilayani 1 (satu) orang pendeta karena pertimbangan letak geografis.

5.    Selain jumlah anggota jemaat dan letak geografis, penempatan seorang pendeta dapat mempertimbangkan masalah-masalah demografi antara lain : Sosial budaya dan ekonomi.

Pasal 12

Penguraian dan Peneguhan Pendeta

1.    Sebelum penguraian dilaksanakan, terlebih dahulu diumumkan kepada anggota jemaat dan didoakan sekurang-kurangnya satu kali hari minggu.

2.    Ibadah penguraian dan peneguhan pendeta dilayani oleh BPS Gereja Toraja dan dapat didelegasikan kepada BPSW dan BPK.

3.    Penguraian pendeta dilaksanakan apabila waktu peneguhannya di tempat pelayanan yang baru telah ditetapkan

4.    Seorang Pendeta yang belum dapat diuraikan setelah masa tugas 5 tahun dapat melanjutkan pelayanan maksimal 6 (enam) bulan dan setelah itu diuraikan oleh BPS Gereja Toraja sambil menunggu proses selanjutnya dan nafkahnya dibayar oleh BPS Gereja Toraja melalui Pindan Sangullele sebesar 100 % dari pokok gaji paling lama 6 (enam) bulan.

5.    Pendeta yang akan diuraikan wajib menyerahkan memori pelayanannya secara tertulis kepada Majelis Gereja dan BPS Gereja Toraja sebelum penguraian dilaksanakan.

6.    Penguraian pendeta dilaksanakan dengan menggunakan naskah liturgis penguraian pendeta.

7.    Sebelum peneguhan dilaksanakan terlebih dahulu diumumkan kepada anggota jemaat dan didoakan sekurang-kurangya dua hari minggu berturut-turut.

8.    Jika ada keberatan yang sah maka rencana peneguhan ditunda atau dibatalkan oleh Majelis Gereja setelah berkoordinasi dengan BPSW dan BPS.

9.    Suatu keberatan dinyatakan sah jika diajukan secara tertulis, dengan mencantumkan nama dan alamat yang jelas, serta dibubuhi tanda tangan atau cap ibu jari pihak yang menyampaikan keberatan

10.  Penundaan atau pembatalan peneguhan pendeta diwartakan kepada anggota jemaat yang bersangkutan dan disampaikan secara tertulis kepada pendeta tersebut dan kepada pihak yang mengajukan keberatan.

11.  Pendeta yang dimutasi ke Lembaga Pelayanan Gerejawi (LPG) atau unit kerja diutus sebagai pendeta tugas khusus dalam suatu ibadah jemaat dengan menggunakan Naskah Liturgis

12.  Peneguhan pendeta dilaksanakan dengan penumpangan tangan oleh pendeta yang meneguhkan.

13.  Dalam hal-hal khusus, BPS Gereja Toraja dapat mengambil kebijakan-kebijakan tentang mutasi dalam rangka kepentingan pelayanan Gereja Toraja, meskipun belum mencapai masa tugas 5 (lima) tahun

BAB IV

KETENTUAN TAMBAHAN

Pasal 13

Kondisi Khusus

1.    Seorang pendeta yang menolak penempatan BPS Gereja Toraja sebanyak 2 (dua) kali berturut- turut diberhentikan sementara selama 2 (dua) tahun di luar tanggungan gereja.

2.    Jemaat yang menolak penempatan pendeta, BPS Gereja Toraja tidak akan menempatkan pendeta selama 2 (dua) tahun di jemaat tersebut.

3.    Proses penempatan pendeta yang diberhentikan sementara oleh BPS Gereja Toraja, penempatannya dikonsultasikan dengan BPSW.

4.    Jemaat yang menunggak pembayaran Pindan Sangullele minimal 3 bulan tidak ditempatkan pendeta sampai ada komitmen melunasi tunggakannya.

Pasal 14

Peraturan Peralihan

1.    SOP Mutasi Pendeta ini berlaku sepanjang tidak ada keputusan lain oleh SSA dan atau Rapat Kerja Gereja Toraja

2.    SOP ini hanya dapat diubah oleh Rapat Kerja Gereja Toraja atau SSA.

Sumber: Lampiran Surat Keputusan Rapat Kerja II Gereja Toraja , Nomor 06.R2.2022.